BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.1.1. Sejarah Meletusnya Gunung Merapi Yogyakarta
Gunung Merapi adalah salah satu gunung berapi yang aktif di indonesia dan terletak di Propinsi Jawa Tengah. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman. Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Merapi mempunyai ketinggian 2.968 m (9.737 kaki), lokasinya berada pada Klaten, Boyolali, Magelang (Jawa Tengah), Sleman (DI Yogyakarta) dengan koordinat 7°32'30" LS 110°26'30" BT.
Proses pembentukan Gunung Merapi telah dipelajari dan dipublikasikan sejak 1989 dan seterusnya. Berthomier, seorang sarjana Prancis, membagi perkembangan Merapi dalam empat tahap, yaitu :
1. Pra Merapi ( sampai 400.000 tahun yang lalu )
Yaitu gunung Bibi yanbg bagiannya masih dapat dilihat dari sisi timur puncak merapi.
2. Tahap Merapi Tua
Pada tahap Merapi Tua terjadi ketika merapi mulai terbentuk namun belum berbentuk kerucut yaitu sekitar 60.000 – 8.000 tahun lalu. Sisa – sisa pada tahap ini adalah Bukit Turgo dan Bukit Plawangan dibagian Selatan yang terbentuk dari lava basaltik.
3. Tahap Merapi Pertengahan ( 8.000 – 2.000 tahun lalu )
Pada tahap ini ditandai dengan terbentuknya puncak – puncak tinggi, seperti Bukit Gajahmungkur dan Batulawang yang tersusun dari lava andesit. Proses pembentukan ini ditandai dengan aliran lava, breksiasi lava dan awan panas.
4. Puncak Merapi
Puncak merapi yang sekarang adalah Puncak anyar, baru mulai terbentuk sekitar tahun 2.000 tahun lalu.
Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar tercatat di tahun 1006 (dugaan), 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu, berdasarkan pengamatan timbunan debu vulkanik. Ahli geologi Belanda, Van Bemmelen, berteori bahwa letusan tersebut menyebabkan pusat Kerajaan Medang (Mataram Kuno) harus berpindah ke Jawa Timur. Letusan pada tahun 1872 dianggap sebagai letusan terkuat dalam catatan geologi modern dengan skala VEI mencapai 3 sampai 4. Letusan terbaru 2010, diperkirakan juga memiliki kekuatan yang mendekati atau sama. Letusan tahun 1930, yang menghancurkan tiga belas desa dan menewaskan 1400 orang, merupakan letusan dengan catatan korban terbesar hingga sekarang. Rangkaian letusan pada bulan Oktober dan November 2010 dievaluasi sebagai yang terbesar sejak letusan 1872 dan memakan korban nyawa 273 orang (per 17 November 2010), meskipun telah diberlakukan pengamatan yang intensif dan persiapan manajemen pengungsian. Letusan 2010 juga teramati sebagai penyimpangan dari letusan "tipe Merapi" karena bersifat eksplosif disertai suara ledakan dan gemuruh yang terdengar hingga jarak 20-30 km.
1.1.2. Kronologis Letusan Gunung Merapi Tahun 2010
Gunung Merapi akhirnya meletus kembali pada hari Selasa 26 Oktober 2010 pukul 17.02 Waktu Indonesia Barat. Belasan orang menjadi korban, termasuk seorang wartawan redaktur VIVAnews, Yuniawan Nugroho yang kembali naik ke atas gunung demi membujuk juru kunci Merapi yaitu Mbah Maridjan untuk turun. Editor senior ini memang sudah lama mengenal Mbah Maridjan. Menlang letusan Merapi tahun 2006, Wawan juga bersama Mbah Maridjan di rumahnya. Seperti diinformasikan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Merapi memasuki fase erupsi sejak Selasa sore.
Berikut ini kronologis letusan Gunung Merapi yang terjadi Selasa sore hingga menjelang malam.
1. Pukul 17.02 mulai terjadi awanpanas selama 9 menit
2. Pukul 17.18 terjadi awanpanas selama 4 menit
3. Pukul 17.23 terjadi awanpanas selama 5 menit
4. Pukul 17.30 terjadi awanpanas selama 2 menit
5. Pukul 17.37 terjadi awanpanas selama 2 menit
6. Pukul 17.42 terjadi awanpanas besar selama 33 menit
7. Pukul 18.00 sampai dengan 18.45 terdengar suara gemuruh dari
2. Pukul 17.18 terjadi awanpanas selama 4 menit
3. Pukul 17.23 terjadi awanpanas selama 5 menit
4. Pukul 17.30 terjadi awanpanas selama 2 menit
5. Pukul 17.37 terjadi awanpanas selama 2 menit
6. Pukul 17.42 terjadi awanpanas besar selama 33 menit
7. Pukul 18.00 sampai dengan 18.45 terdengar suara gemuruh dari
Pos Pengamatan Merapi di Jrakah dan Selo.
8. Pukul 18.10, pukul 18.15, pukul 18.25 terdengan suara dentuman
9. Pukul 18.16 terjadi awanpanas selama 5 menit
10. Pukul 18.21 terjadi awanpanas besar selama 33 menit
11. Dari pos Pengamatan Gunung Merapi Selo terlihat nyala api bersa
8. Pukul 18.10, pukul 18.15, pukul 18.25 terdengan suara dentuman
9. Pukul 18.16 terjadi awanpanas selama 5 menit
10. Pukul 18.21 terjadi awanpanas besar selama 33 menit
11. Dari pos Pengamatan Gunung Merapi Selo terlihat nyala api bersa
Ma kolom asap menghubung keatas setinggi 1,5 km dari Puncak
Gunung Merapi.
12. Pukul 18.54 aktivitas awan panas mulai mereda
13. Luncuran awanpanas mengarah kesektor Barat-Barat Daya dan
13. Luncuran awanpanas mengarah kesektor Barat-Barat Daya dan
Sektor Se4latan – Tenggara.
Status Gunung Merapi ditingkatkan dari Normal manjadi Waspada pada tanggal 20 September 2010. Pada 21 Oktober 2010 status Merapi menjadi Siaga, dan kemudian Awas, terhitung sejak 25 Oktober 2010.
1.2.Sudut Pandang Penulis
Penulis dalam mengangkat permasalahan yang terjadi akibat dampak letusan Gunung Merapi adalah lebih condong pada segi ekonomi. Akibat letusan Gunung Merapi yang terjadi pada hari Selasa tanggal 26 Oktober 2010 pukul 17.02 WIB ini mengakibatkan kerugian bagi warga yang ada disekitarnya, baik dari segi ekonomi, kesehatan, maupun lainnya. Dalam penulisan kali ini penulis akan membahas dampak letusan Gunung Merapi terhadap peternakan yang ada disekitar Gunung Merapi yaitu khususnya “ peternakan sapi ”. Hal ini sangat berpengaruh terhadap ekonomi warga tersebut, karena kebanyakan warga yang tinggal disekitar Gunung Merapi adalah peternak sapi,.
1.3.Pendekatan yang digunakan Penulis
Dalam penulisan tugas APTL I ini, penulis menggunakan pendekatan psikoterapi. Dimana orang – orang yang menjadi korban letusan Gunung Merapi mengalami rasa trauma apalagi setelah kejadian letusan Gunung Merapi keadaan ekonomi mereka mengalami penurunn drastis. Misalnya yang biasanya mempunyai penghasilan pokok melalui beternak sapi sekarang justru malah tidak mempunyai penghasilan sama sekali karena sapi – sapi ternaknya telah pada mati. Hal ini yang mengakibatkan warga yang ada di dekat Gunung Merapi mengalami gonjangan kejiwaan sehingga mereka dilatih untuk lebih sabar dan tawakal agar keadaan bisa kembali seperti semula meskipun membutuhkan waktu yang lama untuk pemulihannya.
1.4.Tujuan Penulisan
Dalam penulisan tugas ini, kami mempunyai tujuan antara lain :
a. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah “APTL I ”, oleh Dosen pengampu Ibu Sri Adhi Nurhayati, M.M
b. Memperluas wawasan mengenai Perkembangan Gunung merapi khususnya dampak – dampak yang disebabkan oleh letusan tersebut.
c. Mengetahui kronologis terjadinya letusan gunung merapi tahun 2010 beserta sejarah Gunung Merapi.
1.5.Sistematika Penulisan
JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1.2.Sudut Pandang Penulis
1.3.Pendekatan yang digunakan Penulis
1.4.Tujuan Penulisan
1.5.Sistematika Penulisan
BAB II PERMASALAHAN
2.1. Artikel Permasalahan
BAB III PEMBAHASAN
3.1. Identifikasi Masalah
3.2. Diagnosa
3.3. Prognosa
3.4. Treatment
3.5. Pendekatan yang digunakan
3.6. Evaluasi
BAB IV PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Kritik dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Kerangka Penulisan
2. Referensi
BAB II
PERMASALAHAN
2.1. Artikel Permasalahan
Letusan Gunung Merapi yang meletus pada hari Selasa tanggal 26 Oktober 2010 lalu mengakibatkan banyak korban yang meninggal dan luka – luka baik luka ringan maupun luka berat. Selain mengakibatkan korban jiwa letusan kali ini juga berdampak pada sektor ekonomi. Kerugian ekonomi akibat letusan merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta ini mencapai Rp. 1,23 triliun. Sektor ekonomi merupakan sektor kedua terbesar yang terkena dampak erupsi Gunung Merapi. Untuk pemulihan ekonomi pasca erupsi membutuhkan dana yang cukup besar agar keadaan ekonomi bisa kembali seperti semula. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta akan menjamin kebutuhan warga korban bencana erupsi Gunung Merapi. Jaminan ini termasuk penggantian ternak sapi dimana sebagian besar warga yang berada di sekitar Gunung Merapi berpencaharian sebagai peternak sapi.
Profesor Ali Agus, Ketua Divisi Eksekusi Ternak Korban Merapi mengatakan bahwa jumlah populasi ternak terutama sapi potong dan sapi perah di kawasan radius 20 kilometer dari pencak merapi di empat kabupaten mencapai 84.691 ekor. Dinas terkait bersama masyarakat telah berhasil mengevakuasi sapi – sapi dari kawasan bencana yang berada dalam radius 10 kilometer dari puncak merapi. Tercatat sebanyak 12 persen atau 9.890 ekor sapi. Sapi – sapi ini memerlukan biaya untuk makan sebesar 90 juta per hari. Karena sebagian besar penduduk pendapatan pokok bersumber dari peternakan sapi maka walaupun kondisi kurang nyaman, mereka tetap memelihara ternaknya. Tetapi apabila ada warga yang ingin menjual ternaknya masih tetap dilayani dengan mekanisme penjualannya melalui rekening bank dibantu dengan pengurus koperasi yang ada.
Dengan keadaan yang semakin sulit, warga korban merapi tetap bertekad untuk memelihara sapi meskipun ada kendala – kendala yang harus dihadapi. Kebanyakan sapi – sapi tersebut mengalami gangguan saluran pernapasan akibat dari debu vulkanik. Tetapi pada sapi perah biasanya mengalami mastitis yaitu radang pada ambing.
Keadaan inilah yang membuat Pemerintah berjanji akan mengganti ternak sapi yang mati akibat letusan Gunung Merapi. Berdasarkan hasil identifikasi di lapangan, terdapat sebanyak 2.907 ekor ternak berupa sapi perah dan pedaging serta kerbau yang mati akibat letusan Gunung Merapi. Adapun ternak sapi yang masih hidup, pemerintah mengharap agar ternak – ternak tersebut dijual kepada pemerintah. Namun, pemerintah juga tidak bisa memaksa kehendak warga yang tidak mau untuk menjual ternaknya. Untuk mengganti ternak sapi yang meninggal, pemerintah membutuhkan dana sebesar Rp 21,3 miliar yang digunakan untuk mengganti 3.601 sapi mati yang terdata tanggal 1 Desember 2010. Namun, setelah dilakukan verifikasi dan pendataan ulang jumlah itu membengkak sampai 3.432 ekor. Sehingga dana untuk penggantian sapi yang mati kurang Rp. 2,6 miliar. Hal ini disebabkan karena pemilik sapi yang mati akibat erupsi sulit ditemukan karena mereka mengungsi di barak – barak pengungsian yang berbeda. Akibatnya pendataan pun mengalami kesulitan.
Kepala Bidang ( Kabid ) Peternakan, Dinas Pertanian Sleman, Suwandi Aziz menyatakan saat ini instansi sudah siap untuk mentransfer dana penggantian sapi itu kerekening masing – masing warga melalui Bank BPD di Yogyakarta. Kira – kira sekitar 70 persennya sudah siap. Adapun harga sapi yang akan dijual mempunyai nilai jual yang berbeda – beda, seperti sapi perah/potong seharga Rp 5 juta per ekor, sapi dara Rp 7 juta per ekor, sapi bunting seharga Rp 9 juta per ekor dan sapi perah laktasi seharga Rp 10 juta per ekor. Pemerintah mengharuskan dana yang telah dicairkan harus digunakan untuk membeli sapi lagi sebagai pengganti sapi – sapi yang telah mati bukan digunakan untuk kebutuhan lainnya.
Pada tanggal 7 Desember 2010 ratusan warga yang menjadi korban bencana Merapi berunjuk rasa di kompleks kantor Pemerintah Kabupaten Sleman menuntut realisasi janji pemerintah yang akan mengganti ternak mereka. Massa pengunjuk rasa didominasi oleh para pria dengan menggunakan 17 truk dan dua mobil bak terbuka. Warga yang menjadi korban bencana Merapi merasa kecewa karena janji yang diberikan Pemerintah untuk membeli ternak, baik ternak yang mati maupun yang masih hidup tetapi sampai sekarang tidak ada bukti nyata dengan kata lain tidak ada kepastian. Selain itu berhembus kabar bahwa ternak yang mati akhirnya tidak jadi dibeli tetapi diganti dengan ternak hidup. Ada juga yang menyatakan bahwa sapi yang masih hidup akan diganti tetapi sapi yang sudah mati masih akan dibahas leebih lanjut mengenai bagaimana penggantiannya. Selain mengenai ganti rugi sapi, Pemerintah juga dianggap kesannya lambat dalam menangani korban bencana Merapi.
Akibt penanganan terhadap ternak sapi yang terkesan lambat , sebanyak 72.047 ternak akibat korban merapi di DIY Jateng belum dievakuasi dan terancam mati karena kekurangan pangan. Baru ada 10.231 ternak yang sudah dievakuasi yang tersebar 181 pos evakuasi penampungan ternak. Dari populasi keseluruhan ternak mencapai 396.198, terdiri dari 63.896 di Daerah istimewa Yogyakarta dan 332.302 ternak di Jawa Tengah ( Boyolali, Magelang, Klaten ). Meskipun pendataan dan evakuasi mengalami kesuitan tetapi proses evakuasi ternak akibat korban Merapi tetap berjalan terus. Kegiatan ini bekerjasama dengan masyarakat peduli ternak, LSM, dan poisi.
Setelah lama janji pemerintah untuk mengganti sapi – sapi yang mati ataupun hidup belum tersalurkan, warga korban merapi pun melakukan aksi unjuk rasa lagi yang berjumlah 20 truk dan yang lainnya mengendarai sepeda motor sambil membawa spanduk bertuliskan tuntutan kepada BNPB tuntutan yang paling utama pada unjuk rasa kali ini adalah proses rehabilitasi dan rekonstruksi dipimpin oleh rakyat, serta tuntutan penggantian hewan ternak yang mati akibat erupsi Merapi. Selain itu massa juga menyerahkan “ ogoh – ogoh ” berbentuk kepala sapi kepada Kepala BNPBYogyakarta sebagai simbol korban bencana.
Setelah adanya beberapa kali unjuk rasa dari warga korban merapi akhirnya dana pengganti sapi korban merapi cair yaitu kepada Pemerintah Kabupaten Sleman. Kepala Dinas Pertanian ( Distan ) DIY Nanag Suwandi pada hari Sabtu tanggal 15 / 01 / 2011 menyatakan bahwa warga diminta tidak usah khawatir terhadap penggantian sapi mati akibat erupsi Gunung Merapi karena dana dari pemerintah telah turun. Pencairan dana ganti rugi sapi mati itu akan disalurkan kepada peternak di Sleman dalam bentuk tabungan. Saat ini pemerintah daerah melalui Bank BPD sedang mengupayalkan hal itu. Selain itu beliau juga mengatakan pemerintah tidak akan menipu. Namun, buku tabungan yang dijanjikan belum juga diterima oleh 1.352 peternak korban erupsi Merapi./ akibatnya jumlah populasi sapi di Sleman mengalami penurunan sekitar 50 persen . Padahal biasanya setiap hari satu sapi rata – rata menghasilkan 10 liter susu dan jika turun 50 porsen, potensi penghasilan juga turun separuhnya. Untuk memulihkan keadaan ini perlu langkah bertahap dan membutuhkan dukungan dari kabupaten lainnya.
Para petani yang ingin kembali membeli spainya bisa melalui Pemerintah Kabupatren Sleman tetapi dengan syarat menunjukkan surat keterangan dari dokter hewan setempat. Surat ini berisi menyatakan bahwa sapi milik petani memang mati akibat erupsi Merapi. Sapi yang dibeli melalui Pemerintah Kabupaten Sleman diupayakan memiliki kualifikasi bagus dan dapat segera dinikmati hasilnya oleh para peternak. Sementara itu Dinas Pertanian DIY juga akan membangun tempat penangkaran dan pembibitan sapi perah berkualitas Village Briding Ceneter ( VBC ) di Kabupaten Sleman.
Meskipun bencana Merapi sudah berlangsung lama, tetapi dana yang tersalurkan kepada warga korban Merapi seperti yang dijanjikan pemerintah, pada kenyataannya belum sampai sekarang belum tersalurkan sepenuhnya. Ada sebagian korban Merapi yang belum sepenuhnya mendapatakan ganti rugi sapi yang telah meninggal akibat erupsi merapi. Entah sampaikapan masalah merapi ini dapat terselesaikan.
BAB III
PEMBAHASAN
1.1. Identifikasi Masalah
Gunung merapi yang meletus pada hari Selasa tanggal 26 Oktober 2010 jam 17.05 lalu menimbulakan berbagai masalah baik dari segi ekonomi, kesehatan, pendidikan, agama, ataupun budaya. Tetapi penulis mengambil masalah yang dibahas adalah dari segi ekonomi. Adapun masalah ekonomi yang dibahas lebih khusus lagi pada sapi yang mati akibat erupsi Gunung Merapi lalu. Masalah – masalah yang berkaitan dengan sapi antara lain :
1. Sebagian besar sapi yang ada di sekitar Gunung Merapi mati.
2. Ganti rugi untuk sapi yang telah mati ataupun yang masih hidup sampai sekarang belum tersalurkan 100 persen
3. Untuk mencari pakan sapi yang masih hidup mengalami kesulitan
4. Penghasilan pokok warga mengalami penurunan 50 persen
5. Sapi yang masih hidup mengalami penurunan harga pada penjualan
1.2. Diagnosa
Berdasarkan uraian identifikasi masalah diatas masalah yang terjadi disebabkan :
1. Sapi yang ada disekitar Merapi meninggal akibat tidak tahan menahan panas akibat semburan lahar dan awan panas yang membumbung tinggi.
2. Tidak adanya penanganan yang tranparan sehingga mengakibatkan adanya pihak – pihak yang melakukan tindakan menyeleweng, misalnya korupsi.
3. Tumbuh – tumbuhan yang ada disekitar merapi pada mati sehingga untuk mencari pakan sapi mengalami kesulitan.
4. Banyak sapi yang mati sehingga susu yang dihasilkan oleh sapi mengalami penurunan sebanyak 50 persen.
5. Sapi yang masih hidup menderita gangguan pernapasan. Hal ini yang mengakibatkan sapi – sapi mengalami penurunan harga pada pasaran.
1.3. Prognosa
Berdasarkan uraian identifikasi masalah dan sebab – sebab yang masalah diatas kemungkinan masalah yang terjadi adalah warga yang ada di sekitar merapi bisa saja mengalami kurang pangan, apalagi dampak yang diakibatkan erupsi Gunung Merapi sangat banyak. Selain itu sapi yang ada dipeternakan kemungkinan tidak bisa bertahan hidup karena udara yang ada disekitar Gunung Merapi sudah tercampur debu vulkanik yang mengakibatkan sesak napas. Hal ini bisa memperburuk keadaan di sekitar Merapi.
1.4. Tretment
Adapun bantuan yang harus diberikan anatara lain :
1. Pemerintah harus mengganti ganti rugi ternak warga.
2. Mengadakan rehabilitasi terhadap warga dengan melalui berbagai tahap agar warga sedikit demi sedikit bisa kembali seperti semula.
3. Pemerintah dan warga bekerjasama untuk menangnai masalh yang ada.
4. Bekerjasama dengan para spesialis terutama para psikolog
5. Melalui program Bimbingan dan Penyuluhan
1.5. Pendekatan yang digunakan
Sepertihalnya telah dijelaskan didepan bahwa penulis dalam membahas masalah merapi kali ini lebih mengutamakan menggunakan pendekatan psikoterapi karena setelah kejadian Gunung Merapi meletus banyak warga yang mengalami gangguan kejiwaan ( goncangan jiwa ). Ini membuat kita lebih ekstra agar keadaan bisa kembali seperti sediakalanya.
1.6. Evaluasi
Dari berbgai sumber yang saya dapat, pemerintah kurang serius dalam menangani korban Merapi. Hal ini ditandai dengan masih adanya warga yang belum mendapatkan ganti rugi ternak yang mati ataupun yang masih hidup. Padahal pemerintah sudah berjanji akan membayar ganti rugi tersebut. Dengan keadaan yang seperti ini justru ada oknum – oknum tertentu yang memanfaatkan keadaan ini untuk melakukan tindakan yang kurang bertanggung jawab. Kami berharap pemerintah lebih serius dalam menangani masalah ini sehingga korban merapi bisa teratasi semua.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Akibat letusan gunung Merapi, banyak aktivitas warga yang terhambat. Tetapi dari berbgai sumber yang saya dapat, pemerintah kurang serius dalam menangani korban Merapi. Hal ini ditandai dengan masih adanya warga yang belum mendapatkan ganti rugi ternak yang mati ataupun yang masih hidup. Padahal pemerintah sudah berjanji akan membayar ganti rugi tersebut. Dengan keadaan yang seperti ini justru ada oknum – oknum tertentu yang memanfaatkan keadaan ini untuk melakukan tindakan yang kurang bertanggung jawab. Kami berharap pemerintah lebih serius dalam menangani masalah ini sehingga korban merapi bisa teratasi semua.
4.2. Kritik dan Saran
Adapun saran – sarannya meliputi :
1. Semoga tugas ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai mana mestinya.
2. Sebagai calon tenaga pendidik kita harus dapat memberikan contoh yang baik daalm lingkungan sekolah maupun masyarakat.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini belum sempurna. Oleh kartena itu, kami mengharap kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah pada masa yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar